Pesan Mendalam: Hidup Dituntun, Mati Diantar, Sombongkah Kita? Refleksi Khazanah Islam
Ungkapan "Hidup ditolong orang, mati digotong orang, lantas apa yang kau sombongkan?" adalah mutiara kearifan lokal yang sarat makna. Ia menggugah kesadaran kita tentang hakikat diri, ketergantungan pada sesama, dan bahaya kesombongan. Dalam khazanah Islam, pesan ini beresonansi kuat dengan ajaran tentang kerendahan hati (tawadhu'), kebersamaan (ukhuwah), dan kesadaran akan kefanaan dunia. Mari kita telaah lebih dalam pesan ini melalui lensa khazanah Islam populer.
Hidup Dituntun, Ketergantungan adalah Fitrah
Sejak lahir, manusia berada dalam lingkaran ketergantungan. Seorang bayi membutuhkan kasih sayang, perlindungan, dan bimbingan orang tua. Ia tak bisa makan, berpakaian, atau membersihkan diri sendiri. Seiring bertumbuh, ia belajar dari guru, dibantu teman, dan dipengaruhi lingkungan sekitar. Tak ada seorang pun yang benar-benar mandiri. Setiap kesuksesan yang diraih, sekecil apapun, selalu melibatkan peran orang lain.
Dalam Islam, ketergantungan ini adalah fitrah manusia sebagai makhluk sosial (insan madani). Allah SWT berfirman dalam Al-Qur'an, "Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal." (QS. Al-Hujurat: 13).
Ayat ini menegaskan bahwa perbedaan suku dan bangsa bukanlah untuk saling bermusuhan, melainkan untuk saling mengenal dan membantu. Ketergantungan ini juga menjadi sarana untuk menguji keimanan dan ketakwaan kita. Apakah kita bersyukur atas bantuan orang lain? Apakah kita membalas kebaikan dengan kebaikan? Apakah kita rela membantu sesama yang membutuhkan?
Mati Diantar, Semua Akan Kembali
Kehidupan dunia hanyalah persinggahan sementara. Setiap jiwa pasti akan merasakan kematian. Saat ajal menjemput, harta, jabatan, dan kekuasaan tak lagi berarti. Jasad yang dulunya gagah perkasa kini terbujur kaku, membutuhkan pertolongan orang lain untuk dimandikan, dikafani, dishalatkan, dan dikuburkan. Bahkan, liang lahat pun digali oleh tangan orang lain.
Dalam Islam, kematian adalah gerbang menuju kehidupan abadi. Ia merupakan pengingat bahwa semua yang ada di dunia ini hanyalah titipan. Allah SWT berfirman, "Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. Dan sesungguhnya pada hari kiamat sajalah disempurnakan pahalamu. Barangsiapa dijauhkan dari neraka dan dimasukkan ke dalam surga, maka sungguh ia telah beruntung. Kehidupan dunia itu tidak lain hanyalah kesenangan yang memperdayakan." (QS. Ali Imran: 185).
Kematian juga mengajarkan kita tentang pentingnya mempersiapkan bekal untuk akhirat. Harta yang kita kumpulkan, ilmu yang kita miliki, dan amal saleh yang kita kerjakan akan menjadi penolong kita di alam kubur dan di hari kiamat.
Sombongkah Kita? Tipu Daya Dunia yang Fana
Setelah memahami hakikat ketergantungan dan kefanaan, pertanyaan "Lantas apa yang kau sombongkan?" menggema dalam hati. Kesombongan adalah penyakit hati yang sangat berbahaya. Ia membutakan mata hati dan menjauhkan kita dari kebenaran. Kesombongan membuat kita merasa lebih baik dari orang lain, meremehkan orang lain, dan enggan meminta maaf.
Dalam Islam, kesombongan adalah dosa besar yang pertama kali dilakukan oleh iblis. Iblis menolak untuk bersujud kepada Adam AS karena merasa dirinya lebih mulia karena diciptakan dari api, sedangkan Adam diciptakan dari tanah. Allah SWT berfirman, "Dan (ingatlah) ketika Kami berfirman kepada para malaikat: "Sujudlah kamu kepada Adam," maka sujudlah mereka kecuali Iblis. Ia enggan dan takabur dan adalah ia termasuk golongan orang-orang yang kafir." (QS. Al-Baqarah: 34).
Kesombongan adalah tipu daya dunia yang fana. Harta yang kita miliki hanyalah titipan, jabatan yang kita pegang hanyalah amanah, dan ilmu yang kita kuasai hanyalah karunia. Semua itu bisa hilang dalam sekejap mata.
Tawadhu: Hiasan Diri yang Mulia
Lawan dari kesombongan adalah kerendahan hati (tawadhu'). Tawadhu' adalah sikap menyadari kekurangan diri, menghargai orang lain, dan enggan menonjolkan diri. Tawadhu' adalah hiasan diri yang mulia dan disukai oleh Allah SWT.
Rasulullah SAW bersabda, "Tidak akan masuk surga orang yang di dalam hatinya terdapat kesombongan walau sebesar biji sawi." (HR. Muslim).
Tawadhu' bukan berarti merendahkan diri secara berlebihan, melainkan menyadari bahwa semua yang kita miliki adalah karunia dari Allah SWT. Tawadhu' juga bukan berarti tidak percaya diri, melainkan menggunakan kemampuan dan kelebihan yang kita miliki untuk membantu orang lain dan berbuat kebaikan.
Ukhuwah: Kekuatan dalam Kebersamaan
Islam mengajarkan pentingnya kebersamaan (ukhuwah). Ukhuwah adalah persaudaraan yang didasari oleh iman dan takwa. Ukhuwah adalah kekuatan yang dapat menyatukan umat Islam dari berbagai suku, bangsa, dan budaya.
Rasulullah SAW bersabda, "Orang mukmin yang satu dengan yang lain bagaikan satu bangunan, saling menguatkan satu sama lain." (HR. Bukhari dan Muslim).
Dalam konteks pesan "Hidup ditolong orang, mati digotong orang", ukhuwah adalah wujud nyata dari saling membantu dan saling menguatkan. Kita tidak bisa hidup sendiri. Kita membutuhkan bantuan dan dukungan dari orang lain. Begitu pula sebaliknya, kita harus selalu siap membantu dan mendukung sesama yang membutuhkan.
Implementasi dalam Kehidupan Sehari-hari:
Bersyukur: Selalu bersyukur atas nikmat yang diberikan Allah SWT dan atas bantuan orang lain.
Menolong Sesama: Ulurkan tangan kepada mereka yang membutuhkan, tanpa memandang status, agama, atau suku.
Menghargai Orang Lain: Hormati pendapat, perasaan, dan hak orang lain.
Minta Maaf: Jika melakukan kesalahan, segera minta maaf dengan tulus.
Memaafkan: Jika ada orang yang berbuat salah kepada kita, maafkanlah dengan lapang dada.
Berbagi: Berbagilah rezeki, ilmu, dan kebahagiaan kepada orang lain.
Introspeksi Diri: Lakukan introspeksi diri secara berkala untuk mengevaluasi diri dan memperbaiki kekurangan.
Kisah Inspiratif:
Kisah Nabi Ayub AS adalah contoh nyata kesabaran dan kerendahan hati. Beliau diuji dengan penyakit yang parah dan kehilangan harta benda serta keluarga. Namun, beliau tetap sabar dan tawadhu' kepada Allah SWT. Akhirnya, Allah SWT menyembuhkan penyakitnya dan mengganti semua yang hilang.
Kesimpulan:
Pesan "Hidup ditolong orang, mati digotong orang, lantas apa yang kau sombongkan?" adalah pengingat yang ampuh tentang hakikat diri, ketergantungan pada sesama, dan bahaya kesombongan. Dalam khazanah Islam, pesan ini beresonansi kuat dengan ajaran tentang kerendahan hati, kebersamaan, dan kesadaran akan kefanaan dunia. Mari kita jadikan pesan ini sebagai pedoman hidup agar kita menjadi pribadi yang lebih baik, lebih bermanfaat, dan lebih dekat dengan Allah SWT.
Call to Action:
Bagikan artikel ini kepada keluarga dan sahabat Anda.
Renungkan pesan ini dan terapkan dalam kehidupan sehari-hari.
Berikan komentar tentang pengalaman Anda dalam menerapkan kerendahan hati dan kebersamaan.
Kata Kunci:
Hidup ditolong orang mati digotong orang
Kesombongan
Kerendahan hati
Tawadhu
Ukhuwah
Khazanah Islam
Renungan Islam
Motivasi Islam
Artikel ini berusaha menyajikan pesan yang mendalam dengan gaya populer dan sentuhan khazanah Islam, dengan harapan dapat menginspirasi pembaca untuk merenungkan hakikat diri dan memperbaiki diri.
Komentar